RSS Feed

Total Tayangan Halaman

Selasa, 20 Maret 2012

Sewa Guna Atau Leasing

BAB I
PENDAHULUAN

Kehadiran lembaga leasing di Indonesia dapat dikatakan masih relative baru. Oleh karenanya tidak mengherankan apabila masyarakat luas masih banyak yang be1um memaharni fungsi dan peranan lembaga leasing dalam menunjang pembangunan perekonomian Nasional.
Pada awalnya, tepatnya tanggal 2 Juli 1982 telah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia (ALI) yang berkedudukan di Jakarta sebagai satu-satunya wadah komunikasi bagi perusahaan-perusahaan leasing di Indonesia. Di sini mereka secara bersama-sama membicarakan dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. ALI juga hadir untuk memperjuangkan kepentingan anggotanya kepada pemerintah. Di sisi lain, organisasi ini juga bermaksud menjadi jembatan untuk meneruskan keinginan dan bimbingan pemerintah kepada para anggota.
Sederet sasaran ideal menjadi tujuan didirikannya ALI. Paling tidak, ada lima tujuan utama organisasi ini. Di antaranya memajukan dan mengembangkan peranan lembaga pembiayaan di Indonesia serta memberikan sumbangsih bagi kemajuan perekonomian Nasional.
Dalam perjalanan sejarahnya, ALI mengalami pasang naik dan pasang surut. Para pengurus yang silih-berganti berupaya memberikan yang terbaik guna pemecahan, kemajuan dan perkembangannya. Sejak didirikan, tercatat sudah 12 kali terjadi pergantian kepengurusan. Sebetulnya, periodisasi kepengurusan ditetapkan tiap dua tahun. Namun dalam beberapa kasus, terjadi pergantian kepengurusan sebelum masa jabatan berakhir.
Sebagai sesama industri keuangan, perkembangan industri leasing relatif tertinggal dibandingkan yang lain, perbankan, misalnya. Meski demikian, perusahaan pembiayaan juga mampu berkembang cukup mengesankan. Hingga saat ini leasing di Indonesia telah ikut berkiprah dalam pembiayaan perusahaan. Jenis barang yang dibiayai pun terus meningkat. Jika sebelumnya hanya terfokus pada pembiayaan transportasi, kini berkembang pada keperluan kantor, manufaktur, konstruksi dan pertanian. Hal ini mengindikasikan multi finance kian dikenal pelaku usaha nasional.
Leasing semakin banyak dan kompleks, oleh karena itu dalam makalah ini kami akan berusaha  membahas lebih lanjut pengertian, fungsi dan masalah yang timbul akibat leasing.

BAB II
PENJELASAN

A.    Pengertian Leasing
Kata leasing sebenarnya berasal dari kata to lease yang bearti menyewakan. Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.
Equipment Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut: “Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukandalam jangka waktu tertentu”.
Adapula pengertian Leasing menurut Prof.R.Subekti, S.H. di dalam bukunya `Aneka Perjanjian`, adalah tidak lain dari pada perjanjian sewa – menyewa yang telah berkembang di kalangan para pengusaha, dimana ”lessor” menyewakan suatu perangkat alat perusahaan (mesin – mesin) termasuk service, pemeliharaan dan lain – lain kepada ”lessee” untuk suatu jangka waktu tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pada prinsipnya pengertian leasing terdiri dari beberapa elemen di bawah ini:
1. Pembiayaan perusahaan
2. Penyediaan barang-barang modal
3. Jangka waktu tertentu
4. Pembayaran secara berkala
5. Adanya hak pilih (option right)
6. Adanya nilai sisa yang disepakati bersama
7. Adanya pihak lessor
8. Adanya pihak lessee

Di Indonesia leasing baru dikenal melalui surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing. Leasing sebagai suatu jenis kegiatan dapat dikatakan masih baru atau muda dalam kegiatan yang dilakukan di Indonesia, yaitu baru dipakai pada tahun 1974. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa perusahaan leasing yang statusnya sebagai suatu lembaga keuangan non bank. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan yang melibatkan leasing semakin banyak dan kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling sederhana sampai yang rumit.
Industri leasing terus berkembang pesat di Indonesia pada tahun delapan puluhan dan kehadirannya telah dirasakan peranannya oleh kalangan bisnis. Sejalan dengan itu perhatian terhadap leasing menjadi makin besar, tidak hanya di lembaga bisnis tetapi juga di kalangan pemerintah dan pendidikan.
Pada dasarnya tujuan utama dari leasing adalah memperoleh hak untuk memakai benda milik orang lain. Latar belakang tujuan ini ada1ah berdasarkan berbagai pertirnbangan ekonomi berkenaan dengan pilihan-pilihan yang harus dilakukan oleh badan usaha. Apabila suatu badan usaha memerlukan alat-alat produksi atau barang-barang modal, maka pertama kali badan usaha tersebut harus menghadapi pilihan antara lain adalah memperoleh hak untuk memakai suatu benda tersebut dengan sekaligus memperoleh hak milik atas benda tersebut.
Di dalam transaksi leasing barang yang menjadi objek lease adalah masih menjadi milik lessor. Hak kepemilikan ini berlangsung terus sampai akhir masa kontrak leasing, dan hak tersebut akan berpindah kepada lessee jika lessee melakukan hak opsinya untuk membe1i barang tersebut. Atas barang yang masih menjadi miliknya ini tentu pihak lessor menginginkan adanya suatu proteksi terhadap keamanan dan keutuhannya. Dalam hal ini asuransi merupakan salah satu sarana yang bisa melindungi kepentingan lessor tersebut. Lessee adalah pihak yang bertanggung jawab atas biaya asuransi barang yang menjadi objek lease.
Di dalam perjanjian leasing, proteksi lessor yang berupa keharusan lessee untuk mengasuransikan barang tersebut telah dituangkan dalam pasal-pasal tersendiri. Sebagai konsekuensi dari status pemilikan barang yang masih ada pada lessor, apabila ada terjadi sesuatu atas barang tersebut dan kemudian perusahaan asuransi memberi ganti kerugian maka ganti kerugian tersebut harus diberikan kepada lessor. Dalam realitasnya, leasing merupakan suatu akad untuk menyewa sesuatu barang dalam kurun waktu tertentu.
B.     Dasar Hukum Leasing
            Di Indonesia leasing baru dikenal melalui surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha leasing.
            Kemudian, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.61/1988, yang ditindaklanjuti dengan SK Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988, pemerintah membuka lebih luas lagi bagi bisnis pembiayaan, dengan cakupan kegiatan meliputi leasing, factoring, consumer finance, modal ventura dan kartu kredit.
            Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing);
            Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
            Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha leasing diatur  dalam Pakdes 20, 1988 dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/KMK.013/1988  tanggal 20 Desember 1988, dengan jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagai berikut:
Ø  Perusahaan swasta nasional sebesar Rp. 3 milyar
Ø  Perusahaan patungan Indonesia- asing sebesar Rp. 10 milyar
Ø  Koperasi sebesar Rp. 3 milyar.

C.     Fungsi Leasing
            Fungsi leasing sebenarnya hampir setingkat dengan bank, yaitu sebagai suatu sumber pembiayaan jangka menengah (dari satu tahun sampai lima tahun). Sampai saat ini belum ada Undang-undang khusus yang mengatur tentang leasing. Namun demikian, praktek bisnis leasing telah berkembang dengan cepat, dan untuk mengantisipasi kebutuhan agar secara hukum mempunyai pegangan yang jelas dan pasti.
            Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membiayai pembelian barang-barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara tiga tahun hingga lima tahun atau lebih.
            Disamping hal tersebut di atas para pengusaha juga memperoleh keuntungan-keuntungan lainnya seperti kemudahan dalam pengurusan, dan adanya hak opsi.Suatu keuntungan lain jika ditinjau dari laporan keuangan fiskal adalah transaksi capital lease diperhitungkan sebagai operational lease pembayaran lease dianggap sebagai biaya mengurangi pendapatan kena pajak. Tetapi tidak begitu halnya jika ditinjau dari segi komersial. Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
            Sebagai suatu alternatif sumber pembiayaan modal bagi perusahaan-perusahaan, maka leasing didukung oleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1.      Fleksibel, artinya struktur kontrak dapat disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan yaitu besarnya pembayaran atau periode lease dapat diatur sedemikian rupa sesuai dengan kondisi perusahaan.
2.      Tidak diperlukan jaminan, karena hak kepemilikan sah atas aktiva yang di lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan oleh aktiva yang dilease sudah merupakan jaminan bagi lease itu sendiri.
3.      Capital saving, yaitu tidak menyediakan dana yang besar, maksimum hanya menyediakan down payment yang jumlahnya dalam kebiasaan lease tidak terlalu besar, jadi dalam hal ini bisa dikatakan menjadi suatu penghematan modal bagi lessee, yaitu lessee dapat menggunakan modal yang tersedia untuk keperluan lain. Karena leasing umumnya membiayai 100% barang modal yang dibutuhkan.
4.      Cepat dalam pelayanan, artinya secara prosedur leasing lebih sederhana dan relatif lebih cepat dalam realisasi pembiayaan bila dibandingkan dengan kredit investasi bank, jadi tanpa prosedur yang rumit dan hal itu memberikan kemudahan bagi para pengusaha untuk memperoleh mesin-mesin dan peralatan yang mutakhir untuk memungkinkan dibukanya suatu bidang usaha produksi yang baru atau untuk memodernisasi perusahaan.
5.      Pembayaran angsuran lease diperlakukan sebagai biaya operasional, artinya pembayaran lease langsung dihitung sebagai biaya dalam penentuan laba rugi perusahaan, jadi pembayarannya dihitung dari pendapatan sebelum pajak, bukan dari laba yang terkena pajak.
6.      Sebagai pelindung terhadap inflasi, artinya terhindar dari resiko penurunan nilai uang yang disebabkan oleh inflasi, yaitu lessee sampai kapan pun tetap membayar dengan satuan moneter yang lalu terhadap sisa kewajibannya.
7.      Adanya hak opsi bagi lessee pada akhir masa lease.
8.      Adanya kepastian hukum, artinya suatu perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan dalam keadaan keuangan umum yang sangat sulit, sehingga dalam keadaan keuangan atau moneter yang sesulit apapun perjanjian leasing tetap berlaku.
9.      Terkadang leasing merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan aktiva bagi suatu perusahaan, terutama perusahaan ekonomi lemah, untuk dapat memodernisasi pabriknya.

D.    Sanksi Pelanggaran Perjanjian Leasing
Leasing apabila ditinjau dari sudut ilmu hukum adalah bagian dari hukum perdata, karena terikat oleh ketentuan buku III KUHPerdata yang mengatur perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang berdasarkan suatu perikatan, yaitu suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut sesuatu (suatu barang) dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu.
Dari perikatan yang lahir karena adanya kata sepakat tersebut, selanjutnya direalisasikan kedalam bentuk suatu perjanjian tertulis, yang pada akhirnya akan menimbulkan hak dan kewajiban y ang berimbang bagi para pihak yang membuat perjanjian dimaksud, artinya keseimbangan untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan tujuan memperoleh suatu hasil yang adil dan patut.
Menurut KUHPerdata tentang perjanjian leasing pasal 1553, berbunyi sebagai berikut:
“Jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum. Jika barangnya hanya sebagian musnah, si penyewa dapat memilih, menurut keadaan, apakah ia akan meminta pengurangan harga sewa ataukah ia akan meminta bahkan pembatalan persetujuannya sewa, tetapi tidak dalam satu kedua hal itupun ia berhak atas suatu ganti rugi”.
Selain dari pada itu juga di dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan no. 1169/KMK.01/1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) diatur sedikit mengenai masalah resiko:
“Ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa guna usaha yang dipercepat, dan penetapan kerugian yang harus ditanggung Lessee dalam hal barang modal yang disewa guna dengan hak opsi hilang rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun.”
Kata-kata “karena sebab apapun” dalam ketentuan di atas dapat disamakan dengan keadaan memaksa. Jadi dengan demikian mengenai keadaan memaksa seharusnya dicantumkan dalam klausul perjanjian leasing. Akan tetapi mengenai siapa yang harus bertanggung jawab sepenuhnya atas keadaan memaksa tersebut tidak dapat sepenuhnya atas keadaan memaksa tersebut tidak dapat diambil suatu kesimpulan.
Kalaupun hal tersebut dapat ditafsirkan akan timbul dua kemungkinan, yaitu :
1. Kerugian harus ditanggung oleh pihak lessee.
2. Kerugian harus ditanggung oleh kedua belah pihak.
Dalam prakteknya ternyata pihak lessor mengambil kemungkinan pertama untuk dicantumkan dalam klausul perjanjian leasing. Jadi pihak lessee bertanggung jawab atas barang yang menjadi objek leasing.
Karena masuk ranah hokum perdata maka sanksi yang diberikan kepada pihak yang melakukan wanprestasi, menurut ketentuan pasal 1234 KUHPerdata ada tiga kemungkinan:
1.      Memberikan sesuatu
2.      Berbuat sesuatu
3.      Tidak memberikan dan berbuat sesuatu


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.
Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor. Dalam hal leasing ini jika dilaksanakan dengan baik sesuai dengan mekanisme yang berlaku maka system leasing memberikan peluang menarik bagi pengusaha, karena mempunyai keunggulan –keunggulan – keunggulan, yaitu:
1. Proses pengadaan peralatan modal relative lebih cepat dan tidak memerlukan jaminan kebendaaan, prosedurnya sedehana dan tidak ada keharusan melakukan studi kelayakan yang memakan waktu lama.
2. Pengadaaan kebutuhan modal dan alat-alat berat dan mahal dengan tekhnologi tinggi amat meringankan terghadap kebutuhan cash flow mengingat system pembayaran cicilan yang jangka panjang.
3. Posisi cash flow perusahaan akan lebih baik dan biaya – biaya modal menjadi lebih mudah dan menarik.
4. Perencanaan keuangan perusahaan lebih mudah dan sederhana.

Saran:
Dalam hal mekanisme leasing sebagai salah satu pembayaran dalam lembaga pembiayaan maka penulis memberikan saran kepada para pembaca atau pengguna leasing untuk sesuai dengan mekanisme yang ada dalam perjanjian leasing yang belaku di Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir Muhammad. 1999. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bhakti.
Djambatan/Asyhadie Zaeni. 2005. Hukum Bisnis Prinsip dan pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: raja grawindo persada

    0 komentar:

    Posting Komentar