RSS Feed

Total Tayangan Halaman

Jumat, 09 Desember 2011

hukum menimbun barang


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Di dalam Al-Qur’an dan hadist nabi banyak sekali anjuran untuk memiliki harta dan giat berkerja, hal ini dikarenakan agar umat islam dapat memperoleh kehidupan yang layak dan mampu melaksanakan rukun Islam yang diwajibkan kepadanya, diantara dalil tersebut antara lain:

uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# Zwqä9sŒ (#qà±øB$$sù Îû $pkÈ:Ï.$uZtB (#qè=ä.ur `ÏB ¾ÏmÏ%øÍh ( Ïmøs9Î)ur âqà±Y9$# ÇÊÎÈ

Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15)

Dari ayat diatas maka dapat diketahui bahwasanya Allah SWT memerintahkan kita untuk mencari rizki yang halal dan baik. Dan perlu ditegaskan bahwasanya Allah melaramg kita untuk memakan makanan yang haram dan hara yang diperoleh dari cara yang tidak baik, seperti halnya menyimpan (menimbun) harta/suatu komuditas untuk mengharapkan keuntungan yang lebih banyak.

2.   Rumusan Masalah
Dari pokok-pokok permasalahan diatas penyusun merumuskan beberapa masalah yaitu:
1)      Apa Makna Dari Menimbun Harta ?
2)      Apa Hukum Manimbun Harta Dan Ketentuan-Ketentuannya ?



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Harta
Sebelum mengetahui tantang menimbun harta akan lebih baik mengetahui tentang definisi harta terlebih dahulu.
Harta adalah “sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh manusia baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan maupun yang tidak nampakyakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan tempat tinggal.
Dalam bahasa arab disebut al-maal yang berarti condong, cenderung, miring, artinya manusia cenderung ingin menguasai harta.
Adapun unsur yang terdapat dalam harta adalah bernilai, dapat dimanfaatkan dan dapat dikuasai. Walaupun dapat dikuasai merupakan salah satu unsur dari harta akan tetapi penguasaan tersebut tidaklah mutlak sifatnya, karena umat islam dituntut untuk memiliki tanggung jawab moral terhadap masyarakat disekitarnya. Adapun pengaplikasian tanggung jawab moral tersebut seperti zakat, infak, sedekah dan lain-lain.

2.      Pengertian Menimbun Harta
Menimbun dalam bahasa Arab الإِحْتِكَارَ   adalah dari kata اِحْتَكَرَ_يَحْتَكِرُ  yang bermakna secara bahasa adalah اَلْحَبْسُ  (menahan) dan اَلْجَمْعُ  (mengumpulkan). Ibnu Mandhur berkata: "Yaitu menahan (tidak menjual) bahan makanan sambil menunggu (naiknya harga)."
Sedangkan makna secara syar'i الإِحْتِكَارَ  (al-ihtikar) adalah “Menahan suatu barang (tidak menjualnya), padahal dia tidak membutuhkannya, sedangkan manusia sangat membutuhkannya, lalu menjualnya disaat harga melambung tinggi sehingga menyulitkan manusia.”

3.      Hukum Menimbun Harta Dan Ketentuan-Ketentuannya
Banyak dalil shohih tentang larangan dan peringatan Nabi tentang ihtikar. Hal ini lantaran ihtikar dapat menimbulkan ketidakstabilan perekonomian masyarakat, mengakibatkan manusia saling bermusuhan, saling iri dan dengki dan mengakibatkan banyak sifat-sifat tercela yang dilarang dalam Islam.

Di antara hadits-hadits shohih tentang larangan menimbun/ihtikar adalah:
1)    Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim:

عَنْ سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ أَنَّ مَعْمَرًا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ وفي لفظ قَالَ لاَ يَحْتَقِرُ إِلاَّ خَاطِئُ
Artinya: “Dari Sa'id bin Musayyib RA beliau menceritakan hadits bahwasanya Ma'mar RA berkata Rosululloh SAW bersabda: "Barangsiapa menimbun maka dia telah berbuat dosa." dan pada lafadz yang lain (Nabi) bersabda: "Tidaklah seorang menimbun kecuali dia berdosa." (HR. Muslim)

2)      Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan lainnya;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ احْتَكَرَ حُكْرَةً يُرِيدُ أَنْ يُغْلِيَ بِهَا عَلَى الْمُسْلِمِينَ فَهُوَ خَاطِئٌ
Artinya: “Dari Abu Huroiroh berkata, Rosululloh SAW bersabda: "Barangsiapa menimbun suatu timbunan supaya menjualnya dengan harga yang tinggi kepada kaum muslimin, maka dia telah berbuat dosa." (HR. Ahmad, Ibnu Adi, dan dihasankan al-Albani dalam Silsilah Shohihah).

Dari keterangan dalil-dalil diatas dapat diketahui bahwasanya Islam melarang keras umatnya untuk menimbun barang yang menyebabkan kelangkaan sehingga harga barang tersebut melonjak dan kita mengambil keuntungan yang lebih banyak. Namun, perlu diketahu bahwasanya dalam masalah ikhtikar masih terjadi ikhtilaf diantara para ulama.

Para ulama berbeda pendapat berkaitan dengan barang yang dilarang untuk ditimbun, ada dua pendapat yang masyhur dalam hal ini yaitu;
1)      Mayoritas para ulama (seperti Imam Hanafi, Imam Malik, Sufyan ats-Tsauri dan lainnya) menganggap bahwa ihtikar yang dilarang mencakup semua barang yang dibutuhkan manusia, hal ini lantaran keumuman larangan akan hal tersebut.
2)      Imam Syafi'i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa ihtikar yang dilarang adalah khusus bahan makanan saja, dengan dalil beberapa riwayat yang muqoyyad (yang disebutkan secara khusus bahan makanan), dikuatkan dengan apa yang dilakukan Rosululloh SAW, beliau pernah menyimpan bahan makanan keluarganya untuk satu tahun penuh (HR. Bukhori, dan Muslim), dan sebagian sahabat ada yang melakukan ihtikar berupa minyak, seperti Ma'mar (sahabat Nabi SAW yang merowikan hadits larangan ihtikar itu sendiri).

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua menimbun dilarang dalam Islam. Ihtikar yang dilarang harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
1)      Barang yang ditimbun merupakan kebutuhan manusia secara umum baik berupa bahan makanan atau selainnya, karena suatu ketika kebutunan manusia kepada selain bahan makanan (seperti pakaian ketika musim dingin misalnya), bisa menjadi lebih penting daripada kebutuhan mereka terhadap bahan makanan, dan kebutuhan mereka kepada bahan bakar (misalnya minyak tanah atau bensin) kadang-kadang lebih mereka rasakan daripada kebutuhan mereka kepada bahan makanan.
2)      Ihtikar haram hukumnya apabila manusia sangat membutuhkan barang yang ditimbun tersebut, sehingga apabila ada orang yang menimbun beras misalnya tetapi saat itu beras melimpah dan manusia dapat membelinya dengan harga wajar maka saat itu menimbun tidak dilarang.
3)      Orang yang menimbun barang dagangannya bermaksud menjual dengan harga yang tinggi sehingga menyulitkan manusia. Jadi apabila dia menjual dengan harga standar, sehingga tidak menyulitkan, bahkan memudahkan urusan mereka, maka ini tidak dilarang.
Selain larangan-larangan menimbun harta tersebut, ada juga hadist yang menyatakan diperbolehkannya menyimpan harta dalam kurun waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan hadist nabi:


عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبِيعُ نَخْلَ بَنِي النَّضِيرِ وَيَحْبِسُ لِأَهْلِهِ قُوتَ سَنَتِهِمْ

Artinya: “Dari Umar bin Khothob RA berkata: "Nabi SAW  pernah menjual kebun kurma milik bani Nadzir, dan menyimpannya untuk kebutuhan makanan keluarganya selama satu tahun."(HR. Bukhori)
Hadist  ini sama dengan kisah Nabi Yusuf AS yang menjadi bendahara di kerajaan mesir seperti yang diceritakan dalam Al-Quran Surat Yusuf : 43-44, 46-48,

tA$s%ur à7Î=yJø9$# þÎoTÎ) 3ur& yìö7y ;Nºts)t/ 5b$yJÅ £`ßgè=à2ù'tƒ ììö7y Ô$$yfÏã yìö7yur BM»n=ç7/Yß 9ŽôØäz tyzé&ur ;M»|¡Î0$tƒ ( $pkšr'¯»tƒ _|yJø9$# ÎTqçFøùr& Îû }»tƒöäâ bÎ) óOçGYä. $tƒöä=Ï9 šcrçŽã9÷ès? ÇÍÌÈ   (#þqä9$s% ß]»tóôÊr& 5O»n=ômr& ( $tBur ß`øtwU È@ƒÍrù'tGÎ/ ÄN»n=ômF{$# tûüÏJÎ=»yèÎ/ ÇÍÍÈ  
Artinya : “ Raja berkata (kepada orang-orang terkemuka dari kaumnya): "Sesungguhnya aku bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan tujuh bulir lainnya yang kering." Hai orang-orang yang terkemuka: "Terangkanlah kepadaku tentang ta'bir mimpiku itu jika kamu dapat mena'birkan mimpi.  Mereka menjawab: "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan Kami sekali-kali tidak tahu menta'birkan mimpi itu." (QS. Yusuf : 43-44)
ß#ßqム$pkšr& ß,ƒÏdÅ_Á9$# $uZÏFøùr& Îû Æìö7y ;Nºts)t/ 5b$yJÅ £`ßgè=à2ù'tƒ ììö7y Ô$$yfÏã Æìö7yur BM»n=ç7/Yß 9ŽôØäz tyzé&ur ;M»|¡Î0$tƒ þÌj?yè©9 ßìÅ_ör& n<Î) Ĩ$¨Z9$# óOßg¯=yès9 tbqßJn=ôètƒ ÇÍÏÈ   tA$s% tbqããu÷s? yìö7y tûüÏZÅ $\/r&yŠ $yJsù ôM?|Áym çnrâxsù Îû ÿ¾Ï&Î#ç7.^ß žwÎ) WxÎ=s% $£JÏiB tbqè=ä.ù's? ÇÍÐÈ   §NèO ÎAù'tƒ .`ÏB Ï÷èt/ y7Ï9ºsŒ Óìö7y ׊#yÏ© z`ù=ä.ù'tƒ $tB ÷LäêøB£s% £`çlm; žwÎ) WxÎ=s% $£JÏiB tbqãYÅÁøtéB ÇÍÑÈ  
Artiya: “(setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf  Dia berseru): "Yusuf, Hai orang yang Amat dipercaya, Terangkanlah kepada Kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya. Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang  Amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.” (QS. Yusuf : 46-48)
Diceritakan saat nabi Yusuf AS dipenjara, Raja bermimpi melihat tujuh ekor sapi yang gemuk di makan oleh tujuh ekor sapi yang kurus, dan tujuh bulir gandum yang hijau dimakan tujuh bulir gandum yang kering. Beliau bertanya kepada penasehat-penasehat kerajaan, akan tetapi penasehat-penasehat tersebut tidak bias membaca ta’bir mimpi tersebut, pada akhirnya raja diberitahu oleh pelayannya bahwasanya Nabi Yusuf AS yang pada saat itu sedang dipenjara merupakan seorang penafsir mimpi yang hebat, akhirnya Nabi Yusuf AS menafsirkan bahwa mesir akan mengalami tujuh tahun yang sangat baik untuk bercocoktanam akan tetapi setelah tujuh tahun tersebut akan datang tujuh tahun sulit. Oleh karenanya masyarakat mesir pada waktu itu di wajibkan untuk menyimpan hasil panen mereka, sebelum datangnya tujuh tahun yang kedua.
Dari keterangan-keterangan di atas dapat disimpulkan menimbun diperbolehkan dalam Islam, harus memiliki unsur:
1)      menimbun diperbolehkan apabila yang ditimbun merupakan barang atau harta yang ditimbun untuk kebutuhan sehari-hari,
2)      masih tercukupi di pasaran, maka tidak mengapa dia menimbun dan menahan tidak menjualnya kepada manusia saat itu, karena timbunannya saat itu tidak mempengaruhi ekonomi manusia.
3)      Tidak bermaksud meraup keuntungan yang tinggi dari kelangkaan barang tersebut.
Al-Qodhi Husain dan ar-Royani mengatakan, "Bahkan bisa jadi perbuatan (menimbun seperti ini) termasuk perbuatan baik lantaran dia memberikan manfaat untuk manusia (yaitu menyiapkan barang kebutuhan manusia ketika barang mulai sulit didapatkan)."
Islam telah mengatur segala urusan manusia, sampai dengan urusan perekonomian umatnya, bahkan Islam memberi wewenang kepada para pemimpin di suatu tempat untuk mengatur rakyatnya supaya hidup mereka tenang dan stabil. Apabila pihak yang berwajib mendapati salah satu rakyatnya menyelisihi aturan, seperti menimbun sesuatu yang dibutuhkan manusia, maka pihak yang berwajib berhak untuk memutuskan hukuman bagi para penimbun, yaitu dengan mengharuskan mereka menjual barang yang ditimbunnya kepada manusia dengan harga standar, karena manusia sedang kesulitan dengan harga yang sedang tinggi, dan selayaknya bagi pihak yang berwajib memberi hukuman kepada mereka dengan hukuman yang sesuai sehingga mereka tidak mengulangi perbuatan dholimnya terhadap manusia.

BAB III
PENUTUP
Agama Islam melarang umatnya melakukan perbuatan dholim dengan cara apa pun termasuk menimbun/ihtikar.  Menimbun yang dilarang adalah "Menahan suatu barang (tidak menjualnya), padahal dia tidak membutuhkannya, sedangkan manusia sangat membutuhkannya, lalu menjualnya di saat harga melambung tinggi sehingga menyulitkan manusia."
Menimbun yang dilarang mencakup semua kebutuhan manusia baik bahan makanan atau selainnya, seperti beras, tepung, gula, minyak tanah, bensin, solar, minyak goreng, kain, obat-obatan, bahan bangunan, atau yang lainnya.
Terdapat perbedaan yang mendasar antara menimbun/ihtikar (yang hukumnya haram) dengan sekedar menyimpan (yang hukumnya boleh) Rosululloh SAW pernah menyimpan bahan makanan keluarganya untuk satu tahun penuh.
Apabila pemimpin menjumpai ada seorang yang menimbun, maka pemimpin berhak memaksa penimbun untuk menjual timbunannya dengan harga yang wajar dan menghukumnya dengan hukuman yang sesuai dengan kesalahannya.

DAFTAR PUSTAKA
M. Ali Hasan. Berbagai macam transaksi dalam Islam. PT Raja Grafindo Perseda : Jakarta.          
Syafei, Rachmat,  Fiqh Muamalah,CV Pustaka Setia, Bandung, 2000
            Rasjid, Sulaiman, Fiqh islam, cet:17,  Attahiriyah, Jakarta, 1954