BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Kaedah hukum ditujukan terutama
kepada pelakunya yang konkrit yaitu sipelaku pelanggaran yang nyata-nyata
berbuat, bukan untuk penyempurnaan manusia, melainkan untuk ketertiban masyarakatagar
masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan.
Isi kaedah hukum itu ditujukan
kepada sikap lahir manusia. Kaedah hukum mengutamakan perbuatan lahir. Pada
hakekatnya apa yang dibatin, apa yang dipikirkan manusia tidak menjadi soal,
asal lahirnya ia tidak melanggar hukum. Apakah seseorang dalam mematuhi
peraturan lalu lintas (misalnya : berhenti ketika lampu lalu lintas menyalah
merah) sambil menggerutu ia tergesa-gesa ia mau pergi kuliah, tidaklah penting
bagi hukum, yang penting ialah bahwa lahirnya apa yang tampak dari luar ia
patuh pada peraturan lalu lintas.
Baik ilmu hukum maupun sosiologi hukum
mempunyai pusat perhatian yang sama yaitu hukum, akan tetapi sudut pandang ke
dua ilmu pengetahuan tadi juga berbeda, dan oleh karena itu hasil yang
diperoleh ke dua ilmu pengetahuan tadi juga berbeda.
Sosiologi merupakan ilmu sosial yang
objeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri
sendiri karena telah memenuhi segenap unsur-unsur ilmu pengetahuan, yang ciri
utamanya adalah sebagai berikut:[1]
a.
Sosiologi
bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan pada
observasi terhadap kenyataan dan akal serta hasilnya tidak bersifat spekulatif.
b.
Sosiologi bersifat
teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk menyusun
abstraksi dari hasil-hasil obsevasi.
c.
Sosiologi
bersifat komulatif yang berarti bahwa teori-teori sosiologi terbentuk atas
dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas serta
memperhalus teori-teori yang sudah lama.
d.
Sosiologi
bersifat nonetis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta
tertentu, tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara
analisis.
Hukum pada umumnya diartikan sebagai
keseluruhan peraturan atau kaedah dalam kehidupan bersama, keseluruhan tentang
tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan
pelaksanaannya dengan Suatu sanksi. Namun demikian, hingga Sekarang belum
diperoleh suatu pengertian hukum yang memadai dengan kenyataan.
Dari ciri-ciri diatas dapat ditarik
benang merah antara ilmu hukum dan sosiologi, yaitu sama-sama menjadikan
masyarakat sebagai objek utama dari kedua disiplin ilmu pengetahuan tersebut, maka
munculah ilmu sosiologi hukum yang bertujuan untuk memberikan penjelasan
terhadap praktek-prektek hukum. Apabila praktek itu dibedakan kedalam pembuatan
undang-undang, penerapanya, dan pengadilanya, maka ia juga mempelajari
bagaimana praktek yang terjadi dari kegiatan hukum tersebut.
Dengan demikian makin jelas sudah tugas
dari sosiologi hukum yaitu mempelajari tingkah laku manusia dalam bidang hukum.
Menurut Weber, tingkah laku ini memiliki dua segi, yaitu “luar” dan “dalam”.[2]
Terbentuknya sosiologi hukum tak lepas
dari peran kaedah-kaedah sosial yang secara tidak langsung mempengaruhi
sosiologi hukum baik dalam pandangannya terhadap perbuatan atau tingkah laku
masyarakat dan terhadap hukum itu sendiri.
Kaedah-kaedah inilah yang selanjutnya
menjadikan sosiologi hukum sangat penting peranannya dalam menganalisa suatu
perilaku manusia kenapa dia patuh hukum dan mengapa dia gagal dengan
mengedepankan faktor-faktor sosial disekitarnya.
Berdasarkan pemaparan diatas maka
penulis akan menjelaskan tentang kaedah-kaedah sosial yang mempengaruhi
terbentuknya sosiologi hukum.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan pemaparan diatas
maka perlu dirumuskan fokus permasalahan yang akan dibahas nanti. Adapun yang
akan menjadi rumusan masah dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaimana kaedah
sosial terbentuk?
2.
Apa pengaruh
kaedah sosial terhadap hukum?
3.
Seberapa
besarkah kaedah sosial mempengaruhi sosiologi hukum?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kaidah Sosial
Kaedah
sosial berarti perumusan asas-asas atau patokan-patokan yang berisikan
nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, yang mengatur tentang baik dan buruknya
suatu perilaku masyarakat, sehingga menjadi peraturan yang kadang kala tidak
tertulis seperti hukum adat dan kebiasaan.
Kaedah
sosial menjadi pakem tersendiri bagi pemerintah dalam hal ini yang memegang
kekuasaan penuh untuk merumuskan suatu peraturan, agar peraturan tersebut dapat
diterima oleh masyarakat, sehingga peraturan tersebut dalam berjalan
sebagaimana mestinya.
Keterkaitan
antara kaedah sosial dan hukum positif dapat dilihat dari contoh berikut:
1.
Kaedah hukum dengan
kaedah agama/kepercayaan : banyak titik temunya pasal 29 UUD’45 tentang Jaminan
kebebasan beragama.
2.
Kaedah hukum dan
kaedah kesopanan, contoh: Manusia yang bertingkah laku sopan, tidak akan
mengganggu orang lain, maka masyarakat akan nyaman, tertib dan damai, tujuan
hukum tercapai. Sebaliknya kalau tidak sopan, merasa dikucilkan, dan stres,
dapat berbuat jahat, akan di hukum.
B.
Jenis-jenis
Kaedah Sosial
Dalam sistem hukum yang berlaku di
Indonesia pada saat ini, ada empat jenis kaidah sosial, yaitu;
1.
Kaidah agama
Kaidah
agama merupakan aturan-aturan yang berisi perintah maupun larangan yang
besumber pada kitab suci masing-masing agama. Misalnya saja, bagi umat Islam, kaidah
agama bersumber pada Al-Qur’an, atau injil yang menjadi sumber kaidah agama bagi
yang memeluk agama Kristen. Kaidah agama bukanlah kaidah yang bersifat mengikat
kepada seluruh warga Negara Indonesia, kaidah ini tergantung pada agama apa
yang dianut oleh warga tersebut. Oleh karenanya kaidah agama Islam tidak dapat
diterapkan kepada individu atau masyarakat yang beragama Kristen, ataupun
sebaliknya.
2.
Kaidah
kesusilaan
Kaidah
kesusilaan adalah suatu keadaan dimana manusia secara naluriah dapat mengetahui
dan membedakan tindakan yang baik dan tindakan yang buruk, hal itu dikarenakan
kaidah kesusilaan bersumber dari naluri manusia tersebut. Naluri manusia yang
demikian itu menjadikannya aturan-aturan tersendiri dalam berperilaku,
khususnya dalam menjaga diri dari tindakan-tindakan buruk yang dapat merugikan
diri sendiri.
3.
Kaidah kesopanan
Kaidah
kesopanan ialah aturan-aturan dalam bertingkah laku di dalam kehidupan
bermasyarakat. Kaidah ini berisikan perintah maupun larangan untuk agar
ketertiban dalam masyarakat tetap terjaga, baik itu berupa keamananmaupun
kenyamanan. Sopan santun merupakan salah satu sikap yang diperlukan seseorang
untuk dapat diterima dengan baik oleh masyarakatnya, di samping sikap-sikap
yang menjadi syarat lainnya.
4.
Kaidah Kebiasaan
Kaidah kebiasaan
merupakan aturan-aturan yang terbentuk oleh suatu kebiasaan didalam masyarakat.
Kebiasaan-kebiasaan tersebut membutuhkan waktu yang lama serta kontinuitas
dalam pelaksanaannya sebelum menjadi kaidah. Hukum adat merupakan bagian dari
kaidah kebiasaan, oleh karenanya kaidah kebiasaan menjadi kaidah yang paling
beragam seiring dengan beragamnya adat dan kebudayaan yang ada di Indonesia.
Hukum sebagai kaidah sosial, tidak
berarti bahwa pergaulan antar manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum.
Selain oleh hukum, kehidupan manusia dalam masyarakat selain dipedomani moral
manusia itu sendiri, diatur pula oleh agama, oleh kaidah-kaidah sosial,
kesopanan, adat istiadat dan kaidah-kaidah sosial lainnya. Antara hukum dan
kaidah-kaidah sosial lainnya ini, terdapat hubungan jalin menjalin yang erat,
yang satu memperkuat yang lainnya. Adakalanya hukum tidak sesuai atau serasi
dengan kaidah-kaidah sosial lainnya.
Teaching order finding disorder,
mempelajari keteraturan (hukum) akan menemukan sebuah ketidakteraturan.[3] Sementara
itu, menurut Esmi Warassih, antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu hukum mempunyai
hubungan yang saling melengkapi dan memengaruhi. Perbedaan fungsi antara
keduanya boleh dikata hanya bersifat marjinal.[4]
C.
Pengertian
Sosiologi Hukum Dan Keterkaitannya Dengan Kaedah Sosial
Sosiologi hukum merupakan suatu Cabang
ilmu pengetahuan yang antara Lain meneliti mengapa manusia patuh Pada hukum dan
mengapa dia gagal Untuk menaati hukum tersebut serta Faktor-faktor sosial lain
yang mempengaruhinya. Sosiologi hukum merupakan suatu cabang dari sosiologi
umum.
Pengertian Sosiologi Hukum ini
menganalisa bagaimana jalannya suatu Hukum dalam masyarakat, yang merupakan hal
utama bagi para pengguna Hukum agar tahu betapa berpengaruhnya Hukum dalam
suatu masyarakat.
Sebagaimana
dikatakan Soerjono Soekanto, untuk mengetahui hukum yang berlaku, sebaiknya
seseorang menganalisis gejala-gejala hukum dalam masyarakat secara langsung:
meneliti proses-proses peradilan, konsepsi-konsepsi hukum yang berlaku dalam
masyarakat (semisal tentang keadilan), efektivitas hukum sebagai sarana
pengendalian sosial, serta hubungan antara hukum dan perubahan-perubahan
sosial.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari semua penjelasan diatas kita dapat
menyimpulkan bahwa banyak sekali aturan-aturan, norma-norma ataupun
kaidah-kaidah yang dapat dijadikan sebagai seumber dari hukum nasional. Karena
bagaimanapun semua aturan atau hukum nasional berasal dari kebiasaan
masyarakat. Dan sebuah hukum suatu negara tidaklah dapat berjalan apabila tidak
sesuai dengan karakter dan sifat-sifat masyarakat dari suatu negara tersebut,
karena dalam hal ini masyarakat merupakan objek dari hukum tersebut. Disamping
itu ada beberapa hukum adat / kaidah sosial yang telah benar-benar disahkan
oleh pemerintah menjadi sebuah hukum tertulis di Negara Indonesia.
Sungguh vital peranan
hukum adat atau kaidah
sosial dalam
merumuskan hukum nasional sebuah negara. Karena jika hukum sebuah negara tidak sesuai
dengan sifat atau karakter suatu bangsa maka akan sangat sulit hukum itu bisa
dijalankan. Sebagai contoh adalah ketika hukum syari’at Islam di terapkan di Indonesia maka
akan sangat sukit itu bisa berjalan. Karena masyarakat Indonesia bukanlah seluruhnya
beragama Islam,
selain itu dari segi sosio-historisnya masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang kental dengan corak budaya hindu dan budha.
Pengaruh
terhadap sosiologi hukum sendiri terlihat dari sudut pandang sosiologi hukum
dalam menjelaskan suatu tingkah masyarakat dalam mengaplikasikan hukum.
B. Saran
Kaedah-kaedah
sosial yang merupakan salah satu dasar terbentuknya hukum memiliki andil besar
dalam mengarahkan suatu hukum apakah diterima atau tidak, hal ini pula yang
menjadikan kaedah-kaedah sosial tampil sebagai karakteristik suatu masyarakat
yang mendiami suatu wilayah, akan tetapi dikarenakan desakan globalisasi dan
kecanggihan komunikasi yang semakin mengarahkan masyarakat kepada kebiasaan
yang baru sehingga sedikit melupakan kearifan lokal yang telah lama diturun
temurunkan oleh nenek moyang masyarakat tersebut.
Keberadaan adat
istiadat sebagai salah satu kaedah sosial dan kearifan lokal yang paling
rentang dilupakan menjadi PR tersendiri bagi masyarakat, khususnya
pemuda-pemudi yang lebih tertarik dengan kebiasaan orang-orang yang secara
geografis dan sosio-historis sangat berbeda dengan masyarakat Indonesia, untuk
dapat memepertahankan atau menjaga kearifan lokal agar terus eksis.
Keberadaan
kaedah-kaedah sosial haruslah menjadi pakem bagi pemerintah tatkala menetapkan
peraturan sehingga dapat ditaati oleh masyarakat, agar dapat dipahami
bahwasanya hukum bukanlah untuk undang-undang, melaikan hukum untuk keadilan
dan kesejahteraan masyarakat.
[1] Soerjono
soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm: 13
[3] http://kennysiikebby.wordpress.com/2011/03/kaedah-norma-sosial/
tgl 4 april 2013
[4] Esmi
Warassih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: Suryandaru Utama, 2005, hal. 2.
[5] Soerjono
Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum,
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1980, hal. 4.
0 komentar:
Posting Komentar